BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Ibu dan ayah adalah kedua Orangtua yang sangat besar jasanya kepada
anak-anaknya. Mereka mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anaknya
tersebut. Jasa beliau berdua tidak dapat dihitung dan tidak dapat dibandingkan
dengan harta.
Kalau ibu
merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil, maka ayah pun merawatnya, mencarikan
nafkahnya, membesarkannya, mendidik dan menyekolahkannya, di samping usaha sang
ibu. Kalau mulai masa mengandung sampai masa di mana si anak mulai dapat
membedakan hal baik dan buruk; si ibu sangat berperan, maka mulai masa belajar,
ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya, dan mempertumbuhkannya menjadi
dewasa. Namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, maka
tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu daripada tugas ayah.
Banyak sekali masalah yang tidak dapat diselesaikan ayah terhadap anaknya,
namun dapat diselessaikan oleh dan hanya sang ibu.
2.
Rumusan Masalah
a. Apa ayat
Al-Qur’an dan Hadistt yang menjelaskan tentang Akhlak kepada orangtua ?
b. Bagaimana saja
bentuk akhlak kepada orangtua ?
3.
Tujuan
a.
Mengetahui ayat Al-Qur’an dan Hadistt yang
menjelaskan tentang Akhlak kepada orangtua.
b.
Mengetahui dan faham bagaimana saja bentuk
akhlak kepada orangtua.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Ayat Al-Qur’an Tentang
Perintah Kepada Umat Islam Untuk Berbuat Baik dan
Berbakti Kepada Kedua Orangtua.
a. QS. An-nisaa ayat 36
وَ اعْبُدُوا اللهَ وَ لَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَ
بِاْلوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَ بِذِى اْلقُرْبَى وَ
اْليَتَامَى وَ اْلمـَسَاكِينِ وَ اْلجَارِ ذِى اْلقُرْبَى وَ اْلجَارِ اْلجُنُبِ
وَ الصَّاحِبِ بِاْلجَنْبِ وَ ابْنِ السَّبِيلِ وَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Dan beribadahlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Berbuat baiklah kepada dua Orangtua,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan suka membangga-banggakan
diri. [QS an-Nisa’/ 4: 36].
b.
QS Al-an’am
ayat 151
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا
حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَ لَّا تُشْرَكُوا بِهِ شَيْئًا وَ
بِاْلوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَ لَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِنْ إِمْلَاقٍ
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَ إِيَّاهُمْ وَ لَا تَقْرَبُوا اْلفَوَاحِشَ مَا ظَهِرَ
مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ وَ لَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ ذَلِكَمْ وَصَّاكَمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلَونَ
Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh
Rabb mu yaitu, janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, berbuat
baiklah terhadap kedua Orangtua, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena
takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
Demikian itu yang diperintahkan kepada kamu supaya kalian memahami(nya).[QS
al-An’am/6: 151].
2.
Hadist Tentang
Perintah Berbuat Baik Kepada Orangtua
a.
Hadist Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho Orangtua.
عَنْ عَبْدُ
الله بن عَمْرٍو رضي الله عنهما قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: رِضَى
اللهُ فى رِضَى الوَالِدَيْنِ و سَخَطُ الله فى سَخَطُ الوَالِدَيْنِ ( اخرجه
الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم)
Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah
bersabda: “ Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan Orangtua, dan murka
Allah itu terletak pada murka Orangtua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadist ini dinilai
shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1][1]
b.
Hadist Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
عَنْ اَبِي
هُرَيرَةَ رضي الله عنه قال جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال
يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ
مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ
(اخرجه البخاري)
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah,
siapakah yang berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “
Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah
menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah
menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]
c.
Hadist Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
عَبْدُ الله بن
مَسْعُودٍ قال سَاَ لْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ايُّ الْعَمَلِ اَحَبُّ
الى الله قال: الصَّلَاةُ على وَقْتِهَا قال: ثم اي قال:ثُمَّ بِرُّ
الْوَالْدَيْنِ قال: ثم اي قال: الجِهَادُ فى سَبِيْلِ الله ( اخرجه البخاري و
مسلم)
Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada
Nabi saw: amal apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab:
“ shalat pada waktunya. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab:
“ berbuat baik kepada kedua Orangtua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?”
beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan
Muslim).[1][3]
d. Hadist Al-Mughirah bin Su’bah tentang Allah mengharamkan
durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya.
عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى الله عليه وسلم : ان الله حرم عليكم عقوق
الامهات ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال
(اخرجه البخاري)
Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah
bersabda: “ Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu,
menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan.
Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan
menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]
e.
Hadist Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
عن عبد الله بن
عمر ورضى الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر
ان يلعن الر جل والديه . قيل رسول الله.و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل: يسب الرجل
ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب ( أخر جه امام بخاري)
Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw
telah bersabda: “ diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua Orangtuanya.
“ para sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki
kedua Orangtuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang
lain, kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang
lain, dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]
3.
Bentuk Akhlak
Kepada Orangtua
a.
Mentaati mereka
selama tidak mendurhakai Allah Ta’ala
Mentaati kedua Orangtua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram
hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai
mereka berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau
mendurhakai-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS. Luqman : 15 (yang
artinya):
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” [QS.Luqman: 15]
Tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai Allah, Penciptanya,
sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak ada ketaatan untuk mendurhakai Allah.
Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan kebaikan.”
Adapun jika bukan dalam perkara yang mendurhakai Allah, wajib
mentaati kedua Orangtua selamanya dan ini termasuk perkara yang paling
diwajibkan. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mendurhakai apa saja
yang diperintahkan oleh kedua Orangtua.
b. Berbakti dan Merendahkan Diri Dihadapan Kedua Orangtua
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):
“Kami
perintahkan kepada manusia suapaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya..”
[QS.Al Ahqaf: 15]
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu bapak..” [QS.An Nisaa’:36]
Perintah
berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua Orangtua semakin tua dan
lanjut hingga kondisi mereka melemah dan sangat membutuhkan bantuan dan
perhatian dari anaknya.
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan
Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat bik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ‘ah’
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih saying
dan ucapkanlah: “Wahai, Rabbku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil.” [QS.Al
Israa’: 23-24]
Di dalam
sebuah hadits, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sungguh
merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua Orangtuanya
yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat
memasukkannya ke dalam Surga.”
Di
antara bakti terhadap kedua Orangtua adalah menjauhkan ucapan dan perbuatan
yang dapat menyakiti kedua Orangtua, walaupun dengan isyarat atau dengan ucapan
‘ah’. Termasuk berbakti kepada keduanya ialah senantiasa membuat mereka ridha
dengan melakukan apa yang mereka inginkan, selama hal itu tidak mendurhakai
Allah ta’ala, sebagaimana yang telah disebutkan.
c. Berbicara Dengan Lembut Dihadapan Mereka
Berbicara
dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua Orangtua dan
merendahkan diri di hadapan mereka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa
ta’ala (yang artinya):
“…Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” [QS.Al Israa’: 23]
Oleh
karena itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut
dan baik serta dengan lafazh yang bagus.
d.
Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan
Pergi Untuk Urusan Lainnya
Izin kepada Orangtua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan.
Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan
bertanya: “Ya Rasulullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik
bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua Orangtua?” Laki-laki itu menjawab:
“Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.”
Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
dan berkata: “Aku datang membai’atmu untuk hijrah dan aku tinggalkan kedua Orangtuaku
menangisi (kepergianku).”
Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Pulanglah dan buatlah mereka tertawa sebagaimana kamu telah
membuat mereka menangis.”
Seorang laki-laki hijrah dari negeri Yaman lalu Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam bertanya kepadanya: “Apakah kamu masih mempunyai kerabat di
Yaman?” Laki-laki itu menjawab: “Masih, yaitu kedua Orangtuaku.” Beliau kembali
bertanya: “Apakah mereka berdua mengizinkanmu?” laki-laki itu menjawab:
“Tidak.” Lantas Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kembalilah kamu
kepada mereka dan mintalah izin dari mereka. Jika mereka mengizinkan, maka kamu
boleh ikut berjihad, namun jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya.”
Seorang laki-laki berkata kepada beliau: “Aku membai’at Anda untuk
berhijrah dan berjihad semata-mata hanya mengharapkan pahala dari Allah ta’ala.
Beliau bersabda kepada laki-laki tersebut: “Apakah salah satu kedua orangtuamu
masih hidup?” laki-laki itu menjawab: “Masih, bahkan keduanya masih hidup.”
Beliau kembali bersabda: “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala dari Allah
subhanahu wa ta’ala?” Lelaki itu menjawab: “Ya”. Kemudian Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Kembalilah kamu kepada kedua Orangtuamu dan
berbaktilah kepada keduanya.”
e. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik
Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka
Hendaknya
seseorang membuat kedua Orangtua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara,
karib sahabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka,
menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (Orangtua)
kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan
masalah ini.
f.
Memenuhi
Sumpah/Nadzar Kedua Orangtua
Apabila
kedua Orangtua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang
didalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk
memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
g. Tidak Mencela/mencaci Orangtua Atau Tidak
Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela Orangtua
dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar.
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Termasuk
dosa besar adalah seseorang mencela Orangtuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya
Rasulullah, apa ada orang yang mencela Orangtuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia
mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela Orangtuanya. Ia
mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.”
Perbuatan
ini merupakan perbuatan dosa yang paling buruk.
Orang-orang
sering bergurau dan bercanda dengan melakukan yang sangat tercela ini. Biasanya
perbuatan ini muncul dari orang-orang rendahan dan hina. Perbuatan seperti ini
termasuk dosa besar sebagaimana yang telah disebutkan.
h. Mendahulukan Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah
Seorang
laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapa
yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Beliau menjawab:
“Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?” Beliau kembali
menjawab: “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya: “Kemudian siapa lagi? Beliau
menjawab: “Ibumu.” “Lalu siapa lagi?” tanyanya. “Ayahmu.” Jawab beliau.
Hadits
diatas tidak bermaksud lebih mentaati ibu daripada ayah. Sebab, mentaati ayah
lebih di dahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu yang sama dan dibolehkan
dalam syariat. Alasannya, ibu sendiri diwajibkan untuk taat kepada suaminya,
yaitu ayah anaknya. Hanya saja, jika salah seorang mereka menyuruh berbuat taat
dan yang lain menyuruh berbuat maksiat, maka wajib untuk mentaati yang pertama.
Maksud
lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu yaitu lebih bersikap lemah lembut,
lebih berprilaku baik dan memberikan sikap yang lebih halus daripada ayah. Hal
ini apabila keduanya berada di atas kebenaran.
Sebagian
Salaf berkata: “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi.”
i.
Mendahulukan
berbakti kepada kedua orangtua daripada berbuat baik kepada istri
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa seyogya nya seorang lelaki itu
adalah milik ibunya, jadi si lelaki tersebut haruslah patuh dan taat kepada
ibunya. Berbeda dengan perempuan, ia adalah milik suaminya dan haruslah lebih
patuh kepada suami daripada kepada orangtua.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Akhlak kepada kedua Orangtua
a. QS. An-nisaa ayat 36
b. QS Al-an’am ayat 151
2. Hadist yang berkaitan dengan Akhlak kepada kedua Orangtua
a. Hadist riwayat Abdullah ibnu Umar tentang
ridho Allah terletak pada ridho Orangtua.
b. Hadist riwayat Abu Hurairah tentang siapakah
yang berhak dipergauli dengan baik.
c. Hadist riwayat Abdullah bin Mas’ud tentang
amal yang paling disukai Allah SWT.
d. Hadist riwayat Al-Mughirah bin Su’bah tentang
Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan
haknya.
e. Hadist riwayat Abdullah ibnu Umar tentang
dosa-dosa besar.
3. Bentuk Akhlak kepada Orangtua
a. Mentaati mereka selama tidak mendurhakai Allah Ta’ala
b.
Berbakti
dan Merendahkan Diri Dihadapan Kedua Orangtua
c.
Berbicara
Dengan Lembut Dihadapan Mereka
d.
Meminta
Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya
e.
Membuat
Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka
f.
Memenuhi
Sumpah/Nadzar Kedua Orangtua
g.
Tidak
Mencela/mencaci Orangtua Atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
h.
Mendahulukan
Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah
i.
Mendahulukan berbakti
kepada kedua orangtua daripada berbuat baik kepada istri.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sholihah, Tutut. Strategi Pembelajaran yang
Efektif. Jakarta:UIN Jakarta Press. Cet.I. 2008
2.
Nasution, Lahmudin. Akhlak Mahmudah Kepada Orangtua. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Cet. 1. 2001
3.
Ritonga, A. Rahman.Berbuat baik kepada Orangtua. Surabaya: Amalia. 2005
4.
Nawawi, Muhammad. Nasehat Bagi Hamba Allah dalam Berakhlak. Surabaya :
Al-Hidayah.
1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar